Powered By Blogger

Rabu, 20 Oktober 2010

Anoman/Hanoman

     
    ANOMAN/HANOMAN

Sesuai petunjuk sang ayahanda Resi Gotama, Anjani bertapa dengan cara berendam
telanjang seperti seekor katak di tengah aliran sebuah sungai. Yg muncul ke
permukaan air hanyalah kepalanya sebatas leher, sedang untuk kebutuhan makanan
diperoleh dari buah buahan atau dedaunan yg jatuh dan hanyut dibawa mengalir
sungai itu dan mendekat kepadanya. Demikian khusuknya tapa sang Anjani sehingga
menimbulkan tanda tanda di kahyangan,berupa gemuruhya suara di kawah
candradimuka.

Maka, Batara Guru dan Batara Narada-pun terbang melintasi angkasa, turun ke
mayapada dan mendatangi sumber kekuatan tapabrata itu. Saat dari ketinggian
melihat Anjani, Batara Guru terkesima, terpesona, menggelegak gairahnya sampai
mengeluarkan air kehidupan dari tubuhnya. Raja para dewa itu pun mengusapnya
dengan daun asam (bhs Jawa: Sinom) lalu dibuangnya ke sungai. Daun sinom itu
jatuh dan dihanyutkan aliran sungai mendekati Anjani, yg lalu memakannya. Batara
Guru berkata pada Anjani bahwa tapanya telah diterima, dan keinginannya agar
wajah dan kedua tangannya kembali seperti sediakala, tidak lagi menyerupai kera,
bisa dikabulkan oleh dewata. Namun, hal tsb akan terlaksana setelah Anjani
kelak melahirkan seorang bayi. Dengan memakan daun sinom berzat kehidupan Batara
Guru itu, Anjani akan berbadan dua, dan akan melahirkan putera dari Sang Hyang
Manikmaya ini.

Ketika tiba saatnya melahirkan, Anjani dibawa ke Kahyangan dan dibantu para
bidadari. Ia melahirkan seekor bayi kera berbulu putih bersih, sedangkan dirinya
sendiri kembali berwajah cantik dan menjadi penghuni kahyangan sebagai seorang
bidadari. Bayi berwujud kera putih anak Anjani ini diberi nama Anoman (Hanoman).
Ia tumbuh dan dibesarkan di lingkungan Kahyangan, diberi pendidikan dan diajari
bermacam ilmu serta kesaktian oleh para dewata, terutama oleh Batara Bayu, sang
dewa angin. Anoman, ksatria berujud wanara berbulu putih bersih ini tumbuh
menjadi seorang pemuda yg gagah, sakti luar biasa dan tidak terkalahkan. Ia
diberi nama tambahan Bayutanaya dan Bayukrama karena dididik dan dititisi Batara
Bayu. Anoman juga dijuluki Prewagaseta (berbulu putih), Mayangkara (samar bila
berada di tempat benderang) dan Suwiyuswa (berusia amat panjang, kematiannya
akan datang hanya atas kehendaknya sendiri).

Suatu ketika Anoman mempertanyakan asal usulnya pada pengasuh ibunya sejak kecil
yg bernama Kapisraba, mengapa dirinya berujud wanara, juga mengapa dirinya yg
bukan keturunan dewata tinggal di Jonggringsaloka/ Kahyangan. Kapisraba pun lalu
mengisahkan riwayat kakeknya Resi Gotama yg beristrikan Dewi Indradi, juga kisah
Cupu ajaib yg kemudian menjadi rebutan Anjani dan dua adiknya, Subali & Sugriwa,
dan pada akhirnya mengakibatkan ketiganya berubah ujud menjadi wanara/ kera.

Dalam interpretasi Anoman, yg paling bersalah dalam rangkaian kasus ini adalah
Batara Surya. Bermula dari hubungan terlarangnya dengan Dewi Indradi berikut
pemberian hadiah cupu yg mengakibatkan permasalahan dengan Resi Gotama,
suaminya, dengan anak2nya. Juga, Anoman merasa amat masygul membayangkan
penderitaan dewi Indradi yg dikutuk suaminya menjadi tugu batu dan dibuang entah
kemana.

Anoman lalu mencari Batara Surya, ingin meminta pertanggung jawaban berupa
sekedar permintaan maaf atas kasus itu, serta menuntut pengembalian jasad eyang
putrinya, Indradi, dari tugu batu kembali menjadi manusia. Ketika bertemu dengan
Batara Surya, perdebatan berlanjut dengan pertarungan antara keduanya. Bt Surya
cukup kewalahan menghadapi Anoman yg memang memiliki kesaktian luar biasa ini.
Ketika akhirnya Bt Surya berlindung dalam terangnya matahari kekuasaannya untuk
tidak memperpanjang peseteruannya denganAnoman, sang wanara putih ini justru
lalu mengerahkan segala ajiannya dan menghimpun seluruh awan, mega dan mendung
sejagat raya untuk membungkus matahari. Akibatnya, seluruh alam menjadi gelap
gulita. Seisi kahyangan kaget, segenap mayapada panik. Siang hari sama sekali
tidak ada sinar matahari, malam hari bulanpun menghilang karena tidak adanya
pantulan cahaya matahari. Yg tersisa hanyalah ribuan kedipan bintang yg membisu.

Bujukan batara Narada dan para dewa lainnya tidak bisa meluluhkan hati Anoman
untuk menghentikan perbuatannya. Akhirnya batara Guru meminta Anjani, ibunda
sang Anoman, untuk membujuk putera terkasihnya itu. Dengan tutur kata lemah
lembut, sang ibu membuka mata hati Anoman terhadap banyak hal. Kisah
perselingkuhan dewi Indradi dengan Bt Surya yg tentu bukan kesalahan hanya satu
pihak saja. Keterbatasan pengendalian emosi Resi Gotama untuk --alih2
membicarakannya empat mata-- malah menuntut keterusterangan istrinya di depan
anak2nya perihal perselingkuhan dengan Bt Surya. Ketidak mampuan pengendalian
amarah Gotama yg menyebabkan kutukan atas Indradi menjadi patung batu. Juga,
rentetan akibat perbuatan Anoman atas perbuatannya menghilangkan sinar matahari
yg bisa menyebabkan bencana terhadap ribuan umat manusia. Selain itu, bt Guru
juga menyampaikan bahwa tidak lama lagi akan tiba saatnya Anoman dikirim ke
mayapada untuk mendapatkan tugas yg lebih berat
namun mulia, membantu menumpas angkara murka. Dari sisi lain, secara tidak
langsung Anoman juga akan ikut andil dalam mengembalikan ujud dewi Indradi
kembali menjadi manusia, bahkan bidadari seperti sediakala, ketika tugu batu tsb
kelak digunakan untuk membela kebenaran dengan cara dihantamkan ke kepala
seorang raksasa atau angkara murka.

Akhirnya, Anoman memang luluh hatinya dan minta maaf pada Bt Surya dan para
dewata lainnya atas perbuatannya yg menurutkan hawa nafsu semata itu. Dengan
kesaktiannya, awan hitam yg bergulung gulung membungkus matahari bergerak
kembali ketempat asalnya di seluruh penjuru jagat raya. Mataharipun kembali
bersinar sperti sediakala. Kelak, setelah diberi tambahan bekal pengetahuan dan
ilmu ilmu lain, Anoman turun ke mayapada untuk membantu keturunan dewata
--termasuk Sri Rama, sang penjelmaan Wisnu-- menumpas kejahatan....

aksara jawa

Komunitas Wong Jowo

Asal-usul Aksara Jawa

Diantara kita jarang sekali ada yang mengetahui asal mula aksara Djawa. Jangankan asal mulanya, bentuk tulisannya saja diantara kita pasti tidak tahu. Apalagi makna yang terkandung di dalamnya. Memang aksara Djawa ini bukan menjadi bahasa (tulisan) wajib negara kita.
Para Pemuda-Pemudi telah mengikrarkan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Tetapi setidaknya sebagai bangsa yang baik, kita bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Djawa tidak melupakan sejarah peninggalan Leluhur terdahulu. Beranjak dari keadaan tersebut di atas maka Penulis hendak mengingatkan kembali, aksara (huruf) Djawa yang sudah mulai punah dan terlupakan.
Di sini Penulis tidak bermaksud membawa kepentingan SARA atau Golongan (Djawa). Seperti yang telah dikemukakan di atas, Penulis hanya ingin mengingatkan kembali sejarah peninggalan Leluhur terdahulu. Sehingga muncul halaman ini, mari kita simak dan ingat kembali asal usul aksara (huruf) Djawa terlebih dahulu.
Cerita ini berawal dari seorang Raja yang mempunyai dua orang murid. Raja ini bernama Prabu Aji Saka, dengan dua orang muridnya bernama Duro dan Sembodro. Salah satu muridnya yang bernama Duro ditugaskan oleh Prabu Aji Saka untuk menjaga pusaka kerajaan. Nama pusaka kerajaan tersebut adalah Sarutama, dalam cerita Djawa berarti Hina tetapi utama (Saru-Utama).
Saat itu Prabu Aji Saka berpesan “Siapapun tidak dapat mengambil Pusaka Sarutama, kecuali Prabu Aji Saka sendiri”. Pusaka Sarutama ini dipercayakan kepada Duro. Prabu Aji Saka pada saat itu berangkat perang, namun ditengah-tengan peperangan Prabu Aji Saka mengalami kesulitan. Sehingga Prabu Aji Saka memerlukan pusaka Sarutama. Prabu Aji Saka pun menugaskan Sembodro yang mendampinginya di medan perang, untuk mengambil pusaka Sarutama di kerajaan.
Sembodro pun pulang kembali dengan maksud mengambil pusaka Sarutama. Sesampainya kembali di kerajaan, Sembodro meminta Duro untuk menyerahkan pusaka Sarutama kepadanya. Tetapi karena Duro sudah diberi amanat oleh Prabu Aji Saka guru mereka untuk tidak menyerahkan pusaka sarutama kepada siapapun kecuali kepada Prabu Aji Saka, maka Duro menolak untuk menyerahkan pusaka saru tama tersebut.
Sembodro pun mendapat amanat untuk mengambil pusaka Sarutama tersebut. Akhirnya Sembodro tetap memaksa Duro untuk mnyerahkan pusaka Sarutama tersebut. Karena sama-sama mendapat amanat (pesan) dari Prabu Aji Saka, merekapun berusaha mejalankan amanat masing-masing. Merekapun bertempur untuk menjalankan amanat mereka.
Pertempuran sesama murid kepercayaan Prabu Aji Saka ini berlangsung sengit. Hingga akhirnya mererka mati (gugur) demi menjalankan amanat mereka dari Prabu Aji Saka. Keadaan mereka disaat mati saling rangkul/pangku (mati sampyuh, Djawa).
Kita dapat mengambil inti sari makna dari cerita di atas. Bahwa masyarakat Djawa memiliki sifat yang luhur, setia dan taat, serta rela berkorban mati-matian demi mengemban amanat. Satu lagi sifat masyarakat Djawa, masyarakat Djawa akan marah apabila kita memposisikan diri kita di atas mereka. Tetapi mereka akan mati (luluh hatinya) kalau kita memposisikan diri di bawah (dipangku) mereka. Itu mengapa akhirnya di dalam aksara Djawa bila di akhir huruf dipangku akan mati.

Sejarah,Asal-Usul dan Kelahiran,Bentuk Fisik Semar,dan Keistimewaan Semar Semar

Pasti nama semar dalam pewayangan Jawa sudah tidak Asing lagi ditelinga kita...aq yang notebene bukan Orang Jawa sudah sejak kecil tau yang nama nya Semar tokoh dalam pewayangan Jawa.
krn waktu kecil aq paling suka membaca komik2 tentang semar dan anak2 nya...kisah nya selain lucu2 juga mendidik...

tapi hingga sekarang mungkin sebagian dari kita tdk pernah tau asal usul Semar...kenapa bentuk fisiknya demikian,bentuk wajahnya dan lain2 tentang Semar.



Semar

Kyai Lurah Semar Badranaya adalah nama tokoh panakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Tentu saja nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita tersebut yang berbahasa Sansekerta, karena tokoh ini merupakan asli ciptaan pujangga Jawa.

Sejarah Semar

Menurut sejarawan Prof. Dr. Slamet Muljana, tokoh Semar pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman Kerajaan Majapahit berjudul Sudamala. Selain dalam bentuk kakawin, kisah Sudamala juga dipahat sebagai relief dalam Candi Sukuh yang berangka tahun 1439.

Semar dikisahkan sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita tersebut, yaitu Sahadewa dari keluarga Pandawa. Tentu saja peran Semar tidak hanya sebagai pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana yang tegang.

Pada zaman berikutnya, ketika kerajaan-kerajaan Islam berkembang di Pulau Jawa, pewayangan pun dipergunakan sebagai salah satu media dakwah. Kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar Mahabharata yang saat itu sudah melekat kuat dalam memori masyarakat Jawa. Salah satu ulama yang terkenal sebagai ahli budaya, misalnya Sunan Kalijaga. Dalam pementasan wayang, tokoh Semar masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan peran aktifnya lebih banyak daripada dalam kisah Sudamala.

Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin meningkat lagi. Para pujangga Jawa dalam karya-karya sastra mereka mengisahkan Semar bukan sekadar rakyat jelata biasa, melaikan penjelmaan Batara Ismaya, kakak dari Batara Guru, raja para dewa.


Asal-Usul dan Kelahiran

Lukisan Semar gaya Surakarta.Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal-usul Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa.

Dalam naskah Serat Kanda dikisahkan, penguasa kahyangan bernama Sanghyang Nurrasa memiliki dua orang putra bernama Sanghyang Tunggal dan Sanghyang Wenang. Karena Sanghyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan kepada Sanghyang Wenang. Dari Sanghyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yeng bernama Batara Guru. Sanghyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama Semar.

Bentuk Fisik Semar

Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya.

Semar selalu tersenyum, tapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki, tapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.


Keistimewaan Semar

Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal. Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, namun keluhurannya sejajar dengan Prabu Kresna dalam kisah Mahabharata. Jika dalam perang Baratayuda menurut versi aslinya, penasihat pihak Pandawa hanya Kresna seorang, maka dalam pewayangan, jumlahnya ditambah menjadi dua, dan yang satunya adalah Semar.

Semar dalam karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh keturunan Resi Manumanasa, terutama para Pandawa yang merupakan tokoh utama kisah Mahabharata. Namun dalam pementasan wayang yang bertemakan Ramayana, para dalang juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh keluarga Sri Rama ataupun Sugriwa. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam setiap pementasan wayang, tidak peduli apapun judul yang sedang dikisahkan.

Dalam pewayangan, Semar bertindak sebagai pengasuh golongan kesatria, sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum raksasa. Dapat dipastikan anak asuh Semar selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog. Hal ini sesungguhnya merupakan simbol belaka. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Jadi, apabila para pemerintah - yang disimbolkan sebagai kaum kesatria asuhan Semar - mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka negara yang dipimpinnya pasti menjadi nagara yang unggul dan sentosa.

Insaf_ing Poro Menungso

BENCONO

Macem-macem bencono ing ndunyo
Akeh seng podo nelongso
Kabeh uwong podo rumongso
Nggawe salah marang ALLAH kang Maha Kuoso
Ayo podo njaluk ngapuro
Nganggo coro ngibadah sak bendino
Akeh seng nggawe dadine bencono..
Salah sijine yaiku tresno..
Tresno mung gowo derito.......
Mung gowo loro atine menungso.....
Loro ati neng akhirat lan nduyo.....
Contoh'e Tresno karo anek'e morotuo......
Tresno kro seng nglaerno awk kbeh neng ndunyo...... ...
Tresno kro seng gawe rusak'e ndunyo......
Koyo maneh tresno karo wong wadon seng senengane udho......
Lha kbeh kui seng bakal nggowo.........
Awak kabeh neng neroko....
Yo mugo2........
Ora kal dadi nyoto......
Mangkane ayo podo ndungo.....
Ndungo marang gusti ALLAH kang moho kuoso......
Iki mau ukoro.......
Seng tak gawe dewe soko atiku seng paling njero dewe kono....
Murni soko pikiranku......
Ayo podo merenung......
Mikir po seng wes awk kbeh gawe neng ndunyo.........
Mikir....mikir.......mikir seng wes kedadian neng ndunyo ki......
Kabeh seng gawe slah wes podo roto karo lemah....

Sabtu, 16 Oktober 2010

CACAHING BASA JAWA

Dipituturaké ing: Jawa (Indonesia), Suriname, Kaledonia Anyar, Cacah Panutur: 80 yuta.
Basa Jawa iku kagolong basa Austronesia, ya kuwi basa-basa sing dienggo sawarna-warnane bangsa pribumi ing kapuloan sakidul-wetaning banawa Asia. Basa Jawa kasebar wiwit pucuk kulon pulo Jawa, Banten nganti pucuk wétan Banyuwangi déning kurang luwih 80 yuta panutur ibu. Saliyané iku, basa iku kasebar ing Indonesia saka Sumatra nganti Papua, Timor Wétan, Malaysia, Singapura, Taiwan, Hong Kong, Walanda, Suriname, Curaçao lan ing Kaledonia Anyar.
Basa Jawa ya dadi salah siji panyumbang paling gedhé kanggo panuwuhané basa Indonesia. Sanadyan dudu basa resmi ing pamaréntahan, basa Jawa iku nduwé pangaruh tinimbang basa-basa daérah liyané kayata ing kosakata, lan istilah-istilah sing kadhangkala nganggo istilah Jawa.Basa Jawa iku bagéyan saka sub-cabang Sundik saka rumpun basa Melayu-Polinesia Kulon saka pang basa Melayu-Polinesia sing gilirané anggota basa Austronesia. Basa Jawa isih sedulur cedhak basa Melayu, basa Sundha, basa Madura, basa Bali, lan uga basa-basa ing pulo Sumatra serta Kalimantan.
Basa Jawa dipituturaké ing Jawa Tengah, Jawa Wétan lan uga pesisir lor Jawa Kulon. Banjur ing Madura, Bali, Lombok lan Tatar Sundha ing Jawa Kulon, basa Jawa uga ditrapaké dadi basa sastra. Basa Jawa uga basa dalem ing keraton Palembang, Sumatra Kidul sadurungé keraton iki dibedhah wong Walanda ing wusananing abad kaping-18. Basa Jawa bisa kaanggep salah sijining basa klasik ing donya, basa iki nduwé sajarah kasustran sing wis lawas banget. Lawasé luwih saka 12 abad. Para pakar basa Jawa mérang sajarah basa Jawa ing patang tahap:
* Basa Jawa Kuna saka abad kaping-9
* Basa Jawa Tengahan saka abad kaping-13
* Basa Jawa Anyaran saka abad kaping-16
* Basa Jawa Modhèrn saka abad kaping-20 (pratélan iki ora dienggo mawa umum)
Basa Jawa iku ditulis mawa aksara Jawa, (salah sijining keturunan aksara Brahmi saka India), aksara Jawa-Arab (pegon) lan aksara Latin. Sanadyan dudu basa resmi ing ngendi waé, basa Jawa iku basa Austronesia sing akèh dhéwé cacahé panutur ibuné. Basa iki dipituturaké lan dimangertèni kurang luwih déning 80 yuta jiwa wong. Kurang luwih 45% pedunung negara Indonesia keturunan Jawa utawa manggon ing Tanah Jawa. Enam saka limang presidhèn Indonesia wiwit taun 1945 iku keturunan Jawa (sajatiné kabèh keturunan Jawa, B.J. Habibie uga ngaku yèn ibuné priyayi Jawa). Dadi ora gumunaké yèn basa Jawa mènèhi pangaruh akèh ing perkembangané basa Indonesia.
Basa Jawa Modhèrn bisa dipérang dadi telung dhialèk: dhialek Jawa Kulon, dhialek Jawa Tengah, lan dhialek Jawa Wétan. Ing pulo Jawa ana apa sing diarani dialect continuum ('kasinambungan dhialèk') saka Banten ing ujung kulon tekan Banyuwangi, ing pucuk wétan. Kabèh dhialèk basa Jawa kurang luwih bisa dingertèni para panuturé (basa Inggris mutually intelligible).
· Dhialèk-dhialèk basa Jawa
Basa Jawa iku akeh banget cara pituturane. Ana dialek sosial sing dibagi miturut hirarkhi saka kasar tekan alus dadi :
* ngoko
* madya
* krama
ana basa sing mligi digunakake kanggo keperluan resmi karaton
* bagongan (dianggo neng kraton ngayogyakarta adiningrat)
* kedhaton (dianggo neng kraton surakarta adiningrat)
* basa walikan (basa jawa prokem)
Miturut Poerwadarminta dhialèk-dhialèk kuwi ing bukuné Sarining Paramasastra Djawa (1953:2):
1. Dhialèk Banten
2. Dhialèk Cirebon
3. Dhialèk Banyumas lan Tegal
4. Dhialèk Bagelèn
5. Dhialèk Ngayogyakarta lan Kedhu
6. Dhialèk Surakarta, Madiyun lan Semarang
7. Dhialèk Rembang
8. Dhialèk Pasisir lor wétan (Tuban, Gresik, Surabaya)
9. Dhialèk Malang-Pasuruhan
10. Dhialèk Banyuwangi
Pamérangan Uhlenbeck.
Dhialek-dhialek kuwi miturut ahli basa Walanda E.M. Uhlenbeck ing bukuné A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura (1964), dikelompokaké dadi 3 (telung) rumpun yaiku :
* Rumpun basa Jawa kulon :
o Dhialek Banten (utawa Jawa Serang)
o Dhialek Cerbon (Indramayu-Cirebon)
o Dhialek Tegal (Brebes nganti Pemalang)
o Dhialek Banyumasan (Purwokerto, Cilacap lan Banyumas)
Kelompok rumpun basa Jawa Tengah disebut basa Jawa ngapak ngapak utawa basa penginyongan.
* Rumpun basa Jawa Tengah :
o Dhialek Pacitan
o Dhialek Pekalongan
o Dhialek Semarangan
o Dhialek Kedhu
o Dhialek Surakarta
o Dhialek Yogyakarta
o Dhialek Madiun
o Dhialek Blora
Kelompok rumpun basa Jawa wetanan disebut basa Jawa baku.
* Rumpun basa Jawa wetanan :
o Dhialek Tuban-Bojonegoro
o Dhialek Surabayaan
o Dialek Malangan
o Dhialek Lumajang
o Dialek Tengger
o Basa Osing Banyuwangen
Kelompok ing nduwur kae biasane disebut basa Jawa timuran.
Pamérangan Wurm lan Hattori
Pamérangan Wurm lan Hattori (1983)
Pamérangan Wurm lan Hattori (1983)
Wurm lan Hattori (1983:39) mérang dhialèk-dhialèk basa Jawa ing pulo Jawa dadi 7 bagiyan:
1. Dhialèk Banten
2. Dhialèk Lor-Kulonan
3. Dhialèk Manuk
4. Dhialèk Cerbon
5. Dhialèk Kulonan-Tengah
6. Dhialèk Wétanan
7. Dhialèk "Regional Jawa ing Banyuwangi

Jumat, 08 Oktober 2010

Jowo Kang Keno Diwoco


Wong Jowo 

Assalamualaikum Wr.Wb

Kaweruh Boso Jowo

Ingkang pembahasan nomer kapisan,kita melajari Makna/Arti Ngoreksi ragane kita kiyambak sak derenge mreksani ragane tiyang.
Kaulo langsung damel Contoh KATA MUTIARA JAWA kalian Langsung kaulo terjemah wonten Bahasa Indonesia.Monggo sareng2 dimaos.....

"Ngiloa Githoke Dhewe"

Arti harafiah : Bercerminlah pada tengkuknya sendiri.
Ngilo : bercermin
Ngiloa : bercerminlah
Githok : tengkuk
Githoke : tengkuknya
Dhewe : Sendiri.

Arti yang tersirat :
Kita diajak untuk melihat dan mengetahui tentang diri kita lebih jauh. Selain ada kebaikan ada juga kekurangan dan kelemahannya. Kita diajak untuk menyadari akan kekurangan dan kelemahan kita sendiri.

Nilai apa yang diajarkan :
Ungkapan ini mengajarkan agar setiap orang mau mawas diri. Mawas diri merupakan dapat menyebabkan orang mengetahui bahwa manusia dirinya juga pernah mempunyai kekurangan, dan kelemahan. Kalau orang sudah menyadari kekurangannya, maka pada dirinya pasti tidak terdapat perasaan lebih tinggi dari orang lain. Hal itu pada gilirannya pasti dapat menyebabkan sikap rendah hati, bertenggang rasa dan mudah untuk memberikan pengampunan bagi orang yang bersalah kepada kita.

Latar belakang sejarah/falsafah :
Tuhan selalu suci dan benar, tetapi manusia mahluk yang paling dicintai oleh Tuhan, selalu mempunyai kecenderungan berkelakukan bertententangan dengan sifat Tuhan.Kala kita merefleksikan diri sebenarnya keadaan kita masing - masing tentu sama saja dengan orang lain yaitu selalu cenderung berbuat dosa meskipun dosa kita berbeda jenis antara orang yang satu dengan orang yang lain.
Kulo aturaken nuwun kalian panjenengan sedoyo ingkang maos ukara ing duwur niki.
Sak derenge kulo akhiri, kulo nuwun pangapunten ingkang katah menawi wonten kelepatan penulisan,kalian ukara seng salah. 
Sepisan Maleh kulo aturaken matur nuwun sanget.
Wassalamualaikum Wr.Wb